;

Kamis, 11 Desember 2014

JANGAN SEKOLAH KALAU GAK KOMPETEN

Kamis, 11 Desember 2014

Beberapa hari terakhir ini, dunia pendidikan kita diributkan dengan wacana penghentian penggunaan kurikulum 2013 di sekolah - sekolah karena pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dasar dan Menengah menilai banyak sekolah belum siap melaksanakannya dikarenakan beberapa hal, antara lain masalah kesiapan buku, sistem penilaian, penetaran guru, pendampingan guru dan pelatihan kepala sekolah. Terlepas pro dan kontra, pendidikan di Indonesia sudah beberapa kali berganti kurikulum mulai diberlakukannya kurikulum 2004 yang dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) kemudian diganti dengan Kurikulum 2006 atau lebih familiar dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dan di tahun 2013 berganti lagi menjadi Kurikulum 2013, yang lagi - lagi juga menuai masalah seiiring dengan pergantian pimpinan di kementrian bonafide tersebut.
Kompeten
Kalau merujuk ke kurikulum sebelumnya kurikulum 2004 sebenarnya sudah sangat jelas menekankan kata "kompetensi" sebagai capaian dari pembelajaran. Untuk lebih jelasnya tentang kompetensi dapat dilihat dari pernyataan berikut:
  1. Lancar menulis, membaca dan berhitung
  2. Mampu menggunakan komputer
  3. Hafal rumus - rumus eksak
  4. Terampil membuat laporan lainnya
  5. Mampu membuat gambar 3D, peta dan lainnya.
Pernyataan 1 dan 2 bukan kompetensi  karena hanya mengandung unsur keterampilan (Skill) saja sementara pernyataan 3 hanya hanya berkaitan dengan unsur pengetahuan (knowledge)  saja. Keterampilan dan pengetahuan sangat diperlukan untuk mecapai tingkat kompetensi yang diharapkan. Seorang siswa yang bisa menulis belum bisa dikatakan berkompeten walaupun keterampilan menulis itu sangat penting. Namun ketika siswa tadi bisa mengekspresikan dirinya (perasaan, pikiran, keinginan) melalui tulisan dan  dilakukan secara konsisten sehingga bisa menghasilkan karya - karya seperti cerpen, novel, puisi dan laporan lainnya maka ia dapat dikatakan berkompeten. Begitu halnya seorang mahasiswa yang mampu menggunakan komputer (pernyataan 2) belum juga dianggap kompeten, hingga ada seorang pengusaha properti yang menyuruhnya membuat gambar 3D untuk promosi perumahan yang sedang dibangunnya dan si mahasiswa bisa menyelesaikan tugas tersebut dengan baik. Jika mahasiswa tersebut dapat menjaga pengetahuan, keterampilan dan sikap secara konsisten dan persisten, maka dia layak menyandang prediket ber-KOMPETEN.
Jadi dengan kata lain kunci dari kompetensi adalah menghasilkan suatu produk. Jika pengetahuan dan skill bisa bersinergi menjadi sebuah produk yang konsisten maka kompetensi hadir disana. Kembali ke masalah kurikulum, jika capaiannya adalah kompetensi yang selalu bisa menjawab permasalahan yang konstektual, terlebih menjawab permasalahan umat dewasa ini, maka apapun nama kurikulumnya wajib diperjuangkan. Maka menjadi kompeten adalah suatu kewajiban yang harus terpatri dalam jiwa seorang Muslim.


SELAMAT TAHUN BARU ISLAM 1438 H Semoga kita semua dapat Hijrah kepada kehidupan dan amal yang lebih baik. Aamiin

MUHAMMAD YANIS - Kamis, Desember 11, 2014

1komentar:

All About Housing and Property mengatakan...

Ganti menteri ganti kurikulum. Pendidikan Indonesia selalu menjadi alat uji coba, sementara peserta didik berperan sebagai kelinci percobaannya. Bravooo pendidikan Indonesia!!!!

Posting Komentar